Oleh: Inayatullah Hasyim
Saudaraku, hidup ini hanya sekali. Maka, buatlah yang sekali itu
menjadi “sesuatu”. Waktu dan umur yang kita lewati, sekali berlalu, tak
pernah kembali. Ia pergi dengan segenap catatan yang menggoresnya.
Berbuatlah dalam kebajikan, sekecil apapun! Semoga kebaikan yang kecil
itu menambah berat amal timbangan kebaikan kita di akhirat kelak.
Sebab
hidup tak mengenal siaran tunda, maka bekerjalah dalam kesungguhan dan
keikhlasan. Sekali waktu yang telah berlalu tak akan pernah kembali.
Setiap detik yang bergeser dari jam tangan kita telah menjadi sesuatu
yang lampau. Ia pergi dan kita masih di sini, dengan sejuta persoalan
yang membelenggu diri kita. Seorang penyair sufi berkata,
ما من يوم ينشق فجره إلا وينادى “يا ابن آدم أنا خلق جديد وعلى عملك شهيد، فتزود منى فإنى إذا مضيت لا أعود الى يوم القيامة
Tidaklah
fajar hari ini terbit, kecuali ia akan memanggil, “Wahai anak Adam, aku
adalah ciptaan yang baru dan aku akan menjadi saksi atas setiap
pekerjaanmu, maka mintalah bekal kepadaku. Karena bila aku telah
berlalu, aku tak akan kembali hingga hari kiamat tiba.”
Seringkali, kita berkeluh kesah dalam hidup ini. Padahal, keluh kesah kita tak menyelesaikan persoalan sedikitpun.
Pada
tulisan singkat ini, saya ingin kita bertafakur sejenak. Merenung dalam
pemahaman yang sama, apa saja yang sudah kita khidmatkan dalam hidup
kita ini. Bersegeralah! Sebab, hidup tak mengenal siaran tunda.
Seringlah merenung
Saudaraku,
merenunglah sejenak. Kata orang bijak, bertafakur satu jam lebih baik
dari pada bekerja sepuluh jam tanpa tahu makna dan arti. Lihatlah
sekelilingmu, segera setelah itu pasti engkau akan bersyukur. Lihatlah
bagaimana Allah menciptakanmu dengan penuh kesempurnaan. Lihatlah
bagaimana Allah memberimu begitu banyak nikmat,
وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا إِنَّ الإنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ (٣٤)
“Dan
Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu
mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah
dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zhalim dan
sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS Ibrahim: 34)
Dengan bertafakur tadi, tersadarlah bahwa – alhamdulillah – kita diciptakan sempurna. Tak kurang suatu apa.
Yang telah berlalu, biarlah ia pergi bersama waktu.
Suka
atau tidak, setiap kita punya kenangan dengan masa lalu. Berapa banyak
di antara kita yang asyik menggapai masa lalu, padahal ia telah menjadi
arsip sejarah. Masa lalu adalah periode yang tak mungkin kita kembali ke
padanya. Yang telah berlalu, biarlah ia pergi bersama waktu. Cukup
jadikan ia sebagai pelajaran untuk masa yang akan datang.
Masa
lalu adalah kenangan, ia tak mungkin kembali. Jika Anda seorang jenderal
namun sudah pension, tetaplah Anda pensiunan. Tak ada lagi tongkat
komando, tak ada pula ajudan dan pengawal.
Masa lalu adalah cermin
untuk kita belajar. Tak lebih dan tak kurang. Sebab hidup tak mengenal
siaran tunda, belajarlah dari para penguasa yang telah berlalu dalam
kelalimannya. Mereka memupuk harta, saat mati tak membawanya sedikitpun
ke alam baka. Penyair Arab menulis:
أين
الملوكُ الماضيةُ تركوا المنازلَ خاليةً جمعوا الكنوزَ بجَدِّهم تركُوا
الكنوزَ كما هِيَ فانظرْ إليهِم هل تَرَى في دارِهِمْ من باقيةٍ إلا قبورًا
دارساتٍ فيها عظامٌ باليةٌ
Mana para raja zaman dahulu ***
Tinggalkan istana-istana yang sepi
Mengumpulkan harta dengan segenap kesungguhan ***
Harta-harta itu ternyata tetap apa adanya
Carilah mereka, apakah engkau dapati mereka ***
di rumah-rumah mereka
Tidak, kecuali tulang belulang yang telah usang.
Warnailah hari-harimu
Saudaraku,
sebab hidup tak mengenal siaran tunda, maka warnailah hari-harimu.
Jadikan ia merah, kuning, biru, coklat, ungu, putih dan jingga dalam
aktivitas keseharianmu. Cerialah, sebab – kata Rasulullah SAW – senyummu
untuk saudaramu bernilai sedekah. Kebahagiaan tak dapat kau beli dengan
uang, tapi ia dapat kau ciptakan dengan mensyukuri setiap keadaan.
Sebab
hidup tak mengenal siaran tunda, bersegeralah mewarnai bintang
kebaikanmu. Segera tunaikan shalat sesaat setelah adzan berkumandang.
Itulah bintang kebaikanmu hari ini. Warnai pula silaturahim dengan
sahabat, handai dan taulan. Mereka yang rajin bersilaturahim, niscaya
dipanjangkan umur dan kesempatannya. Bersedekahlah, walaupun kau dalam
keadaan susah!
Warnai pula bintang kebaikanmu dengan menjenguk
tetangga yang sakit, saudara yang malang, dan tetangga yang mengundang.
Hak-hak seorang muslim atas muslim lainnya adalah enam: Berjumpa,
ucapkan salam. Mengundang, penuhi jemputannya itu. Perlu nasihat, kirimi
SMS “Bro, shalat yuk”. Bersin, ucapkan “semoga Allah menyayangimu.”
Sakit? Kunjungi dan – jika mati – antarkan hingga ke kuburannya.
Berharap Terima Kasih? Ke laut aja luh.
Saudaraku,
sebab hidup tak mengenal siaran tunda, tak usahlah Anda berharap terima
kasih dari setiap kebaikan yang Anda lakukan. “Terima kasih?” “Ke laut
aja luh”. Apalah artinya pujian manusia, jika ia akan merusak nilai
kebaikan kita di hadapan Tuhan. Bukankah Fatimah, putri Rasulullah SAW
tercinta, jatuh sakit akibat tak makan tiga hari sebab seluruh
persediaan makanannya telah ia hadiahkan kepada para fakir miskin, janda
tua-renta dan mereka yang baru saja dibebaskan dari tahanan Rasulullah
SAW mencari-carinya sebab Fatimah yang biasa rajin berkunjung, kok
tiba-tiba absen sekian hari. Allah SWT lalu mengabadikan perjuangan
Fatimah (dan suaminya, Ali bin Abi Thalib) dengan menurunkan firman-Nya
“Dan
mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak
yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu
hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki
Balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS al-Insan: 8-9)
Saudaraku,
jangan karena berharap terima kasih, kita tak bergegas dalam amal-amal
kebaikan. Biarkanlah ia dilupakan manusia, disembunyikan sejarah,
ditutupi keangkuhan kehidupan dunia, namun – satu hal yang pasti – ia
bernilai di hadapan Dzat yang memiliki segala kemampuan membalas
perbuatan kebaikan.
Di balik setiap kesulitan pasti ada berjuta kemudahan
Saudaraku,
sebab hidup tak mengenal siaran tunda, maka yakinlah dibalik satu
kesulitan ada sejuta kemudahan di baliknya. Tak percaya? Bukankah hal
itu dijanjikan oleh Dzat yang menggenggam seluruh janji manusia.
“Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai
(dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS. Al-Insyiraah: 6-8)
Pada
ayat ini, Allah menyebut kesulitan dengan memberikan sisipan huruf
“alif dan lam” yang dalam kaidah bahasa Arab berarti “ma’rifah” atau
“tunggal”. Tetapi, kata kemudahan tidak disisipi huruf yang sama.
Menandakan apa? Bahwa pada satu kesulitan, ada berjuta kemudahan di
depanmu.
Saudaraku, sebab hidup tak mengenal siaran tunda, maka
mari berharap dari satu kesulitan hidup kita, ada sejuta tawaran
kebaikan di depannya.
Semoga catatan kecil ini bermanfaat. Salam takzim.
0 komentar:
Posting Komentar